Soal Koruptor Dihukum Mati, Pakar Hukum: Hati
Wacana penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi yang digaungkan oleh Jaksa Agung, ST Burhanudin, terus memantik respon dari berbagai pihak. Terbaru, respon datang dari Pakar Hukum dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Djoko Sukisno, yang mengakui bahwa praktik hukuman mati bagi koruptor dimungkinkan lewat Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Namun demikian, Djoko juga mengingatkan bahwa pemaknaan atas pasal tersebut tidak bisa dilepaskan dari ketentuan yang ada di pasal-pasal lain berikut juga dengan penjelasannya. “Sebagaimana telah diketahui bahwa hukuman mati koruptor telah diatur pada Pasal 2 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Hukuman tersebut menjadi bagian dari Pasal 2 ayat (1) yang mengatur tentang perbuatan memperkaya diri dan orang lain yang dapat merugikan keuangan negara,” ujar Djoko, kepada media, Minggu (5/12).
Menurut Djoko, semua pihak perlu berhati-hati dalam memaknai Pasal 2 ayat (2) dalam UU tersebut, yang berbunyi ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’. Djoko menjelaskan bahwa dengan adanya diksi ‘dalam keadaan tertentu’ yang ada dalam Pasal 2 Ayat (2) maka harus dicermati pula bagian penjelasan dari ayat tersebut. “Bahwa sebagaimana yang ada dalam penjelasan, yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter,” tutur Djoko.
Dalam poin penjelasan tersebut, Djoko menjelaskan bahwa kata ‘pengulangan’ diawali dengan tanda baca koma, sehingga dapat dimaknai sebagai ‘berdiri sendiri’ dan tidak terkait dengan anak kalimat sebelum dan sesudahnya. Karenanya, keseluruhan kalimat tersebut kemudian dapat diartikan bahwa seseorang yang sudah pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana korupsi dan lalu kemudian setelah keluar dia kembali melakukan tindak pidana korupsi lagi. “Baru kemudian orang yang bersangkutan tersebut dinilai layak untuk dituntut hukuman mati karena dianggap tidak jera atas hukuman yang sudah pernah dijatuhkan padanya,” ungkap Djoko.
Dengan pemaknaan demikian, maka terkait dengan wacana hukuman mati bagi para terdakwa dari kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri, Djoko menilai perlunya mencermati dengan seksama apakah diantara para terdakwa ada yang merupakan residivis atau orang yang sebelumnya sudah pernah dihukum dan melakukan tindak pidana yang sama. “Lalu bagaimana dengan tempus delicti-nya? Apakah negara dalam kondisi bencana alam atau dalam keadaan krisis moneter? Ingat, tempus delicti adalah waktu terjadinya suatu delik atau tindak pidana, jadi bukan waktu persidangannya. Ini semua harus dicermati betul sebelum membuat keputusan (hukuman mati bagi koruptor),” tegas Djoko.
(责任编辑:知识)
- Dapat Arahan Gibran, Relawan KAMI Bekasi Bentuk Struktur
- Hanya Berpatokan pada Argumen Seorang Dosen, JPU Dinilai Lemah, TPH Minta Eksepsi Robby Diterima
- Mendigi Meutya Hafid: Jaga Kedaulatan Digital Seperti Jaga Darat, Laut, dan Udara
- WHO Rilis Daftar Penyakit Berpotensi Jadi Pandemi
- Keajaiban kursi 11A, Vishwash Kumar Ramesh Selamat Karena Sempat Bertukar Tempat Duduk
- Benarkah Makan Mi Shirataki saat Diet Tak Bikin Berat Badan Naik?
- Harga Bitcoin Terpantau Stabil, Analis Prediksi Bisa Tembus US$135.000 di Juni
- Ini Penjelasan HMI Soal Pencatutan Atribut Parade 'Kita Indonesia'
- Bank Mestika Gelar Edukasi Keuangan untuk Perempuan Lansia dan Beri Bantuan Alat Kesehatan
- FOTO: Batik Mangrove Sumatra Menuju Pasar Eropa
- 210 Instansi Terdampak Serangan Siber Akibat Pusat Data Nasional Diretas
- Harga Bitcoin Terpantau Stabil, Analis Prediksi Bisa Tembus US$135.000 di Juni
- KPK Cegah Syahrul Yasin Limpo dan Keluarga ke Luar Negeri
- Tragis, Wanita Tewas Akibat Terjebak di Konveyor Bagasi Bandara
- Mau Berobat Pakai BPJS Kesehatan ke Rumah Sakit Tanpa Surat Rujukan? Bisa Kok, Ikuti Syaratnya
- 13 Desember, Sidang Perdana Kasus Ahok Digelar
- Turis Thailand Ramai
- Terlibat Kecelakaan di Tol Batang, KNKT: PO Rosalia Indah Salahi Aturan
- Usai Tak Jadi Presiden, Jokowi akan Pulang ke Solo dan Jadi Rakyat Biasa
- Penerbangan Jakarta